
Guru dan Masa Depan Pendidikan Indonesia
- ArtikelKegiatanPendidikan
- October 2, 2022
- No Comment
- 103
mangimam.id – Hari Guru Sedunia diperingati setiap tanggap 5 Oktober. Peringatan tentang status guru ini ditetapkan pada 1966 berdasarkan rekomendasi dari UNESCO. Rekomendasi tersebut menetapkan tolok ukur mengenai hak dan tanggung jawab seorang guru serta standar persiapan awal dan pendidikan lanjutan bagi guru.
Peringatan Hari Guru Sedunia tentu tidak bisa dilepaskan dari peran guru itu sendiri yang begitu penting dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. Guru menjadi kunci kemajuan sebuah bangsa.
Dalam Pasal 1 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa gurua adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Kualitas pendidikan berada di tengan guru, sementara mutu guru sangat erat kaitannya dengan kesejahteraan. Berkaitan dengan sistem pendidikan mungkin kita bisa mencontoh Finlandia terutama mengenai kualitas gurunya. Guru merupakan profesi nomor wahid dan paling bergengsi di negara Finlandia. Di sana, profesi guru dipandang sejajar dengan profesi lainnya, seperti dokter, pengacara, arsitek, dan lain-lain. Di Finlandia guru untuk jenjang SD, SMP, dan SMA diharuskan bergelar master atau S2.
Kesejahteraan guru menjadi poin utama yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Dan peningkatan gaji menjadi tolok ukur pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan guru. Soal peningkatan gaji ini kita bisa belajar dari Luksemburg dan Amerika Serikat.
Gaji guru SD dengan pengalaman 15 tahun paling tinggi di Luksemburg, di mana pendidik memperoleh rata-rata US$ 101.360 atau Rp 1,4 miliar (asumsi Rp 14.200/US$) per tahun. Di Amerika Serikat (AS), pendapatan guru mendekati US$ 62.101 (Rp 885 juta). Sementara itu, menurut data OECD, guru sekolah menengah dengan tingkat pengalaman serupa menghasilkan sedikit lebih banyak. Mereka bisa digaji sekitar US$ 109.203 (Rp 1,6 miliar) di Luksemburg dan US$ 65.248 (Rp 973 juta) di AS (Cnbcindonesia.com, 5/8/2022).
Potret Guru Kita
Guru di Indonesia masih jauh dari apa yang kita harapkan. Masalah mutu dan kesejahteraan guru menjadi persoalan klasik yang hingga kini belum terselesaikan. Di beberapa sekolah khususnya daerah pelosok masih banyak kita temukan guru yang hanya lulusan SMA. Anehnya lagi, guru tersebut mengajar lebih dari satu mata pelajaran. Tentu saja hal ini akan berdampak pada output yang dihasilkan.
Persoalan mutu tenaga pendidik harus menjadi perhatian serius pemerintah. Dan salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pendidik. Selain itu, pemerintah bisa mengadakan program berupa pelatihan bagi para guru sehingga mereka memiliki keterampilan yang dapat menunjang keberhasilan pembelajaran.
Kesejahteraan guru juga menjadi persoalan yang harus dicarikan solusinya. Faktanya, memang gaji guru di Indonesia masih kecil. Tidak perlu jauh-jauh kita membandingkan dengan guru di Finlandia atau Luksemburg. Gaji guru Indonesia masih kalah dengan gaji buruh parbik.
Dalam konteks ini, Jejen Musfah (2018) menegaskan bahwa pemerintah terkesan hanya pandai menuntut profesionalisme gutu tetapi mengabaikan kesejahteraan guru. Untuk mendapatkan sertifikat dan tunjangan bulanan, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tambal-sulam, tetapi “buta” fakta banyak guru bergaji lebih rendah dari buruh pabrik, penjaga toko atau pekerja rumah tangga. Selama gaji guru rendah jangan berharap peningakatan profesionalisme guru.
Kondisi ini harus benar-benar diperhatikan oleh pemerintah. Melalui UU Sisdiknas, pemerintah harus menunjukkan komitmennya dalam memberikan kesejahteraan kepada guru. Sebab, sekali lagi, peningkatan kesejahteraan guru akan berdampak terhadap profesionalisme guru itu sendiri.
Imam syafei sebagai Guru Honorer dan Kader Golkar