
Urgensi Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula
- ArtikelMotivasi
- May 26, 2022
- No Comment
- 86
Oleh: Imam Syafei sebagai Kader Golkar / Pengagas Relawan Indonesia Berjamaah
MANGIMAM.ID – Artikel – Berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT) pemilu serentak 2019 lalu, pemilih berusia 20 tahun mencapai 17.501.278 orang, sementara pemilih berusia 21-30 tahun sebesar 42.843.792 orang. Dengan demikian, pada Pemilu 2024 mendatang jumlah pemilih generasi milenial dan generasi Z diprediksi akan mencapai 60 persen.
Tentu saja jumlah pemilih pemula ataupun pemilih generasi milenial ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi partai politik dalam menjaring suara mereka. Suara pemilih pemula sangat potensial untuk memenangkan kontestasi Pemilu 2024 nanti. Karena itu, partai politik yang berhasil memenangkan hati pemilih pemula kemungkinan besar akan keluar sebagai pemenang.
Penelitian voting behavior di Amerika Serikat sebagaimana dikutip oleh Al Rafni (2019) menunjukkan bahwa pemilih pemula lebih tertarik dengan persoalan-persoalan politik yang secara kualitatif berbeda dengan golongan-golongan lainnya. Potensi pemilih kelompok ini mempunyai “dua mata”. Di satu pihak ia bernilai positif, kalau saja kita dapat memanfaatkannya dengan baik. Tetapi di lain pihak, kelompok ini juga mengandung kerawanan yang berdampak negatif.
Partisipasi Politik
Di dalam negara yang menganut sistem demokrasi, partisipasi politik merupakan hal yang sangat substansial. Sebab, kualitas demokrasi yang kita jalankan sangat ditentukan oleh tinggi atau rendahnya partisipasi politik warga negara.
Partisipasi politik merupakan perilaku warga negara untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik. Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota perlemen.
Di sini, partisipasi politik generasi milenial yang merupakan pemilih pemula menjadi penentu masa depan Indonesia ke depan. Pemilih pemula menjadi magnet tersendiri karena kelompok ini memiliki motivasi yang cukup tinggi dalam memberikan suaranya di setiap perhelatan akbar bernama Pemilu.
Di sisi lain, kelompok pemilih pemula juga rentan dimanfaatkan oleh kelompok tertentu. Kelompok tersebut bisa berasal dari partai politik ataupun tim sukses yang dengan sengaja memobilisasi mereka untuk memenangkan kontestasi lima tahunan.
Dalam konteks itulah, para pemilih pemula perlu ditingkatkan kesadaran politiknya agar tidak mudah dimobilisasi oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang sering kali menghalalkan segala cara demi mencapai tujuannya. Saya rasa pendidikan politik menjadi salah satu solusi bagi pemilih pemula agar mereka memiliki literasi politik yang lebih baik.
Menurut Kharisma (2018), pendidikan politik merupakan proses dialog antara pendidik, seperti sekolah, pemerintah, partai politik dan peserta didik dalam rangka pemahaman, penghayatan dan pengamatan nilai, norma dan simbol politik yang dianggap ideal dan baik. Melalui kegiatan latihan kepemimpinan, diskusi dan keikutsertaan dalam berbagai forum pertemuan, partai politik dalam sistem politik demokrasi dapat melaksanakan fungsi pendidikan politik.
Biasanya pemilih pemula tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang dunia perpolitikan. Salah satu penyebabnya adalah pendidikan politik yang lemah sehingga menjadikan mereka tidak memiliki kesadaran politik dan rentan dimobilisasi oleh kepentingan tertentu.
Pendidikan politik bagi generasi milenial menjadi sangat penting dan perlu ditingkatkan mengingat potensi suara mereka begitu besar. Karenanya, potensi ini perlu dikelola sebaik mungkin dengan cara penguatan pendidikan politik. Pemahaman dan kesadaran politik yang tinggi pada gilirannya akan meningkatkan partisipasi politik pemilih pemula sehingga berdampak positif bagi kualitas demokrasi kita ke depan. (Redaksi)